Saya buka cerita lagi ya... Mungkin ini bukan kisah cinta. Tapi cerita penyesalan, kebodohanku telah membuat seseorang mungkin patah hati...
Cerita ini, agak sedikit bergenre sama dengan ini. Sama, ini bukan fiktif. Ini nyata. Bedanya, jika di catatan sebelumnya saya belum pernah bertemu dengan orangnya, kalau Ivet ini saya bisa dikatakan dekat. Kali ini saya tidak ada gambar apapun yang bisa jadi ilustrasi asli. No. No. Kembali lagi, ini bukan kisah dunia IT saya, ataupun dunia hacking, cyber security.. No. Ini kembali cerita tentang kisah kebodohan lelaki.
Untuk gambar cover, biarlah saya pasang cover lagu Theme Song St. Elmo's Fire. Mengapa? Nanti ada ceritanya. "Sabar.. sabar... saya bisa jelaskan"
Pertemuan Kembali
Sekitar 2004/2005. Kembali saya berkomunikasi dengan teman lama yang tadinya adalah teman kampus, justru kami akrab di tahun 2004 an ini di dunia maya, setelah kami pada lulus. Ketemu kembali pun di internet. Kalau tidak salah lho, saya ikut milis anak-anak alumni kampus. Milisnya dulu pakai yahoogroup, dan emailnya rata-rata menggunakan yahoo. Lhaa... kontaklah kami di Yahoo Messenger. YM. Dulu saya dari Fakultas Teknik, dan dia di Fakultas Ekonomi. Kami termasuk sama-sama mahasiswa/i yang betah di kampus/telat lulus. Dia berusia dua tahun di bawah saya. Posisi dia saat itu di Jakarta, dan saya di Jogja. Sama-sama kerja di masa kerja pertama. Kalau tidak salah, dia bekerja sebagai seorang pengajar di sebuah institut yayasan swasta.
Oke, sebut, namanya mbak Ivet.
Sering juga saya juga chat dengan dia di IRC untuk rame-rame di sana. Singkat cerita, kami terlibat dengan kedekatan komunikasi yang nyaman. Kami bertukar nomer HP (setelah semua punya HP), kami juga sesekali SMS untuk berjanjian ngobrol di internet. Biasanya kami chat berjam-jam di waktu setelah jam kerja. Ya, begitulah. Kami saat itu sama-sama belum punya pasangan hidup. Ya bebas mau chat dengan siapapun, kapanpun. Saya berpikir : saya berhubungan sebatas teman.
Ivet, mungkin bukan nama sebenarnya. Ketika kami kembali bertegur sapa, percakapan kami biasa saja. Kami hanya bercerita ngalor-ngidul tentang hobi, tentang film, tentang lagu, dan kisah di balik lagu-lagu itu dibuat. Film https://blog.bimosaurus.com/2020/11/cinema-review-brokeback-mountain.html, ini saya juga dapatkan referensi dari Ivet. Saat itu saya marah-marah besar, karena terus terang saya tidak suka dengan film bergenre kisah perbedaan orientasi seksual. Di video YM saya lihat dia ngikik puas karena saya marah-marah.
"Mas, kowe kenapa isih kuru?"
"Cacingen"
"Mulane gek nggolek sing gelem ngrumat"
"Jane wis ana, tapi aku durung wani"
"Lha kenapa? Wis gek ta"
Kami banyak ketemu obrolan sekitaran film dan lagu, maka kami juga sering share lagu. Via YM misal, kami saling transfer file.
"Mas, lagumu, akeh instrumental ya? Lagumu apik-apik, tapi sedih-sedih"
"Ya, aku lagune lagu instrumental, blues, nek ora ya rock sisan"
"Nek peterpan seneng ora?"
"ORA"
"Mas sing mbok kirim iki lagu apa?"
"St. Elmo's Fire Theme Song"
"Berarti ana film e? Wis tak rungokne, jebul lagune apik.. Cocok dirungokne pas udan karo penantian"
Dari sisi GR-ku percakapan itu kupandang memancing-mancing suatu informasi yang dia butuhkan. Dia pastinya kepo, saat itu saya punya calon istri nggak si? Dalam sebuah call telpon, saya mendengar seolah nada kecewa saat dia tahu bahwa saya sudah punya calon istri.
"Ora wedi mas karo wong Sunda? Jarene wong, cah Sunda ki anu...".
"Anu piye? Selama ini si apik wae".
Kemudian percakapan beralih topik. Aku berpikir, dia nggak mau ketahuan kalau sedang scanning aku.. (versi GR-ku saja)
Kiriman Surat Pertama
Saya kaget, ketika saya mendapatkan kiriman sepucuk surat darinya. Iya, surat fisik, via pos, di dalam sebuah amplop. Bukannya dia bisa cerita lewat email saja ya?
Dia cerita tentang kehidupan keluarganya. Setengah ribet karena otoriternya kepala keluarga, sang Bapak, yang bekerja sebagai seorang dokter hewan. Dia bercerita tentang lima bersaudaranya yang juga bermasalah dalam pengembangan diri mereka. Ivet adalah salah satu yang sukses dan bisa diharapkan oleh keluarganya. Salah seorang kakaknya mengalami gangguan kejiwaan, satunya lagi terjerumus dalam dunia mistik. Sebenarnya secara akademis, keluarga itu cukup bagus. Sebagian besar dari mereka mampu kuliah di perguruan tinggi favorit.
Saya menanggapi surat itu lewat email. Saya sampaikan maaf, bahwa saya tidak membalas lewat pos. Sebatas asumsi saya sendiri, dia sedang menguji, apakah saya sungguh-sungguh membalas cara dia berkomunikasi atau tidak. Sepertinya asumsi saya itu kebetulan tepat.
"Mas, kenapa nggak mbalas lewat surat lagi?"..
Itu salah satu kata yang dia tanyakan saat terima email. Hahahaha..
Sakitnya sang Bapak dan awal jadi Ojek
"Eh mas, kamu kan belum jadi nikah.. Boleh nggak besok pagi aku minta dijemput di Stasiun Tugu, terus aku diantar sampai Janti untuk cari bis ke Klaten? Mumpung masih bisa boncengin cewek kan?"
"Kamu mau ke mana?"
"Bapakku sakit, ntar aku setelah kerja langsung ke stasiun, pulang ke Klaten, aku cuma dapat kereta Jogja saja".
"Ya Vet, janjian saja."
Ya, benar, besoknya saya jemput dia di Tugu, dan saya antar dia di Janti sampai dia dapat bis ke arah Klaten. Kabarnya bapaknya sakit keras, hingga tidak sadar.
"Tiga hari lagi, aku dijemput di sini ya, antar aku ke Tugu".
"Lho bapak piye?"
"Wis membaik, ngendikane ibu, aku oleh mangkat Jakarta meneh"
Ebuset, kan dia bisa ambil kereta dari Klaten dong? Ngapain susah-susah ngebis ke Jogja dulu? Duh..
Ya, Selasa itu aku nongkrong di Janti, menunggu bisnya.. Saat itu kondisi hujan rintik. Kulihat dia turun bis dan berlarian ke arahku. Aku cari mantel batman yang ada di tas kresek motorku. Sambil motoran, kami berbincang.
"Udan seka ngendi Vet?"
"Seka Klaten ya udan syahdu ngene mas"
"Bapak piye?"
"Nek apik iki pareng kondur, tapi mbuh, sing penting ngendikane ibu, aku kon kerja sik, aja kesuwen mbolos"
"Kowe ra teles, Vet?".
"Ora papa mas, atiku wis kadung klebus sik.. Cocok mas nek ngrungokne St Elmo's Fire. Hihihihi".
Asem dah, ini maksudnya apa? Aku takut nggak karuan.. Masih untung di hari itu aku nggak nganter boncengan sekalian sampai Klaten. Kalau sampai terjebak ketemu keluarganya aku bersamaan dengan dia, wah, kacau.
Bapaknya Wafat.
Beberapa hari berlalu, suatu malam saya kerja keras ikut koreksi kerjaan para mahasiswa teknik. Saya pun tertidur. Pagi, jam 4 subuh saya mendapatkan SMS dari nomer yang tidak saya kenal. Tapi saya yakin itu nomer pasca bayar.
"Mas, aku Ivet. Bapak seda. Aku bingung"
Ya, belum ada seminggu dari balik ke Jakarta.. Dia harus pulang lagi ke Klaten. Saya duga, dia bingung karena kehabisan dana. Dia pun SMS tidak dengan nomernya sendiri, saya menduga, dia tidak punya pulsa. Maka, saya pun nekat telpon dia.
"Kowe wis balik Vet?"
"Durung ngerti mas".
"Nang kono karo sapa?"
"Dikancani Liy, tapi aku wis ra penak, njilih duit terus. Saiki aku bingung"
Akhirnya, aku putuskan untuk minta nomer rekening dia. Seadanya dana dariku ya sudah biar dia pakai. Saya cuma mikir, ini tabungan nikahku. Tapi ini temanku, yang butuh banget. Ya sudah seadanya dana, aku kirim ke dia. Plus pulsa.
Inilah yang kelak di masa depan banyak teman cewek mengatakan padaku seperti ini : "Kamu bodoh mas!! Apa nggak ada cara lain?? Asli bodoh lu!"
Yes, saya nggak paham urusan yang dimaksud.. Saya memang bodoh dalam komunikasi. Kuper dan tidak mengikuti perkembangan komunikasi anak masa itu.
Dia pulang dengan pesawat Batavia paling pagi ke Jogja dilanjut dengan taksi ke Klaten. Dia pun masih menjumpai jenasah bapaknya. Saya sendiri tidak bisa ke Klaten, karena saya beberapa kali sempat ijin meninggalkan kegiatan ngajar, kali itu saya tidak bisa meninggalkan.
"Mas, sesuk ki 7 hari swargi bapak, terus sesuk e aku arep balik Jakarta meneh, gelem methuk aku meneh mas?"
Aku adalah manusia bodoh, tidak bisa menolak permintaan seperti itu. "Oke Vet"
Aku jemput lagi dia di suatu pagi di Janti, kuantar dia ke Tugu. Ada banyak percakapan singkat di dalam perjalanan. Sesampai stasiun, kami berbincang. Dulu pengantar bisa menunggu masuk peron tapi bayar. Aku ikut masuk ke dalam ruang tunggu. Kami ngobrol.
"Ngko nang kana ana sapa Vet?"
"Ana kok mas, sing methuk aku. Si Liy"
"Oh ya wis"
Sepintas saya pandang wajahnya, ya jelas masih sedih. Tapi feelingku seperti melihat hal lain. Lantas aku luncurkan satu pertanyaan maha bodoh berikutnya. "Vet? Kowe duwe sangu ora?"
Dia diam saja, dan matanya berkaca. Entah apa yang dia pikirkan dan dia akan tangiskan.
"Kowe duwe sangu ora?"
"Ah gampang mas."
Jawaban 'gampang' di orang jawa itu adalah kondisi dia tidak ingin orang lain ikut mikir. Aku ajak dia ke dekat toilet, dan aku bilang : "Nih Vet, aku kancamu, ning aku ya mung-mungan.. Gawanen, nek nang kene aku kan isih sangu beras"
Dia ambil, dia diam. Setengah mukanya dia tutupi dengan rambutnya. Inilah wujud kebodohan expertku.. Aku memang sangat bodoh... Kami kemudian ngobrolan.
"Asline aku sangu mas, tapi wujud e emas tua kagunane ibu, sing wis gak ana surat e".
Kebodohan level master.....
Tak lama, kereta datang... Dia siap untuk naik. Dia bilang.. "Mas, ki mengko nek mlebu rebutan, tulung aku digawakne tasku ya"
Iya, saya pun membawakan tasnya masuk ke dalam kereta.. Dia lincah memperebutkan kursi yang sudah menjadi miliknya. Dulu, kereta bisnis juga rebutan ya... Bisa saja nggak dapat tempat duduk. Sesampai di tempat duduknya, saya pamit. Kami bersalaman. Dia mau mencium tanganku, aku mau menarik, tapi tak tega juga.. Yah, bodoh sekali...
Lantas aku kembali ke tempat kerja.. Saya dapat SMS
"Mas, aku ki mau nang kereta nangis, mbuh nangisi apa. ". Ah, kampret batinku.. Dia orang pandai. Tentu dia tahu, orang habis ditinggal meninggal, ya tentu menangisi yang meninggal. Tapi dia masih tanya "nangisi apa".
Kunjungan Ivet dan SMS Liy
Beberapa bulan setelah kejadian itu, Ivet berangsur normal. Dia sudah bercanda seperti biasa. Kemudian dia bilang : "Mas, preinan sesuk aku arep nang Jogja. Ketemu yoo"
Ya, benar, dia datang bersama Liy dan pacar Liy. Kalau tidak salah, itulah saya melihat dia berjilbab. Kami puter-puter Jogja bersama. Kata si Liy : "menghibur mbak Ivet"
Di malam harinya, di luar dugaan, Ivet menungguiku di ruang kerjaku di salah satu sambilanku. Dia bilang "Mas, sesuk nang Kronggahan ya, golek gule nang kana"
Semingguan itu, dia banyak bersama saya. Hingga akhirnya Ivet, Liy dan pacarnya jalan balik, kembali beraktivitas di Jakarta.
Hingga suatu hari saya mendapatkan suatu pesan singkat : "Mas, kamu itu parah. Kamu nggak kasihan sama mbak Ivet? Dia berharap banget sama kamu. Padahal kamu udah ada calon". Pesan itu dari Liy..
Itu menyadarkanku banget-banget. Apa yang aku GR-kan juga bener, sayangnya aku denial... Caraku berkomunikasi dengannya juga tidak baik untuk dilakukan seorang lelaki pada seorang wanita. Ini memang sangat bodoh...
Aku pun berkonsultasi dengan seorang teman cewek yang dalam kerja dia di dalam supervisiku.. Dia ngakak dan bilang "Massssss!!! Kamu bisa sebodoh itu??? Kalau aku jadi si mbak Ivet, aku nggak akan lepasin kamu. Kamu goblog mas.. Gobloggg... Aku nggak nyangka supervisorku bisa sebodoh itu... Hahahahaha, aku nggak akan minta maaf kali ini mengatakan itu"
Mendekati bulan-bulan pernikahanku, banyak hal yang dia lakukan untuk berkomunikasi denganku. Bahkan suatu waktu, aku dimintai tolong untuk mengambilkan ijazah dia di rumah, bertemu dengan ibuknya, dan dia minta tolong untuk dilegalisirkan ijazah itu... Belakangan ijazah S1 dia itu jadi masalah saat aku sudah menikah. Ijazah itu tersimpan di dokumen saya sekitar 1 tahunan. Sebenarnya saya takut, di hari jelang menikahku aku masih berkomunikasi dekat dengan wanita lain. Padahal saya bukan tipe orang yang mudah dekat dengan wanita.
Aku Menikah
Di hari pernikahanku, istriku sempat curiga. Di antara SMS-SMS ucapan selamat, ada satu ucapan yang kurang baik. "Selamat menikah.. Selamat **" Sebuah kata yang kupandang kurang pantas, ini terbaca istriku. Istriku bertanya : "Ini bahasa orang yang patah hati, jelaskan, siapa dia..". Jadilah aku laki-laki yang wajar, yang harus menjelaskan segala macam hal pada pasangannya. Hahahaha...
Suatu ketika ijazah Ivet itu ditemukan oleh istriku, dan bertanyalah : "Oh ini ya yang dulu SMS". Saya nggak mau mengelak. Memang iya.. Istriku pesan : "Segera kembalikan, jangan sampai hilang, kalau hilang kita ketempuhan". Cukup cermat. Takut jadi hutang besar..
Aku pun segera hubungi Ivet via chat, membahas kapan saya harus mengembalikan ijazah. Kami sempat bertemu saat dia sedang ada acara di kampus lamanya. Kami berjumpa, dia masih seperti dulu. Dengan senyum khasnya yang segaris tipis itu, dia ngobrol sebentar denganku. Dia bilang, nitip salam untuk keluargaku. Mungkin, itulah pertemuanku terakhir dengannya.
Dia Menikah dan... Kepo Gara-gara media sosial
Lebih dari 10 tahun berlalu. Di Instagram, saya terlewati oleh sebuah suggestion follow. Ivet. Iseng saya buka, dan IG nya tidak diprivat. Dia menikah, 2017. Alhamdulillah. Saya bersyukur sekali dia mendapatkan pasangan hidupnya. Semoga dia bahagia..
Namun saya mendapatkan suggestion friend di Facebook. Ivet. Saya lihat, dan dari sana saya dapat informasi. Sepertinya usia perkawinannya tidak lama. Mereka sepertinya bubar setelah sekitaran dua tahunan. Astaga.. Saya sempat melihat, bahwa dia bercanda dengan temannya. "Lho mbak, ndi mas e?", dia menjawab : "lha wis lunga"
Saya melihat, sepertinya dia aktif di komunitas donor darah. Dia mengajak donor darah pada banyak temannya. Dia juga tampak lebih ramping ketimbang dulu.
Saya sama sekali tidak berusaha follow dan add friend dia. Saya tidak ingin ada komunikasi dekat lagi. Saya punya keluarga. Di sosmed, bisa saja memancing hal-hal sensitif, meski kita tidak melakukan apapun..
Dan..
Suggestion Friend itu lewat lagi. Saya kepo juga lagi.. Saya lihat. Oktober 2022, seseorang mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Iya, dia berulang tahun di bulan Oktober. Sayangnya...
Respon emoticon di bawah itu membuat saya penasaran. Dia ultah, tapi kenapa malah pada sedih? Akhirnya kepoku berlanjut.. Dan, Innalillahi wa innailaihi rojiuun... Dia meninggal 1 Juli 2022. Dia meninggal karena sakit yang dideritanya. Saya baca-baca, sakit yang beliau derita juga bisa karena pikiran.
Saya akhirnya juga cerita pada istriku. Respon istriku, sama, "Innalillahi wainnailaihi rojiuun.. Yah, sedih nggak?"
Saya jawab : "Sebagai seorang teman.. Iya. Ya memang umur siapa yang tahu... Manusia memang menjadi ujian bagi manusia lainnya"
Semua ini memang sebuah pelajaran bagi manusia. Bagi saya. Jelas saya adalah seorang manusia bodoh, yang kaku, tidak ikut perkembangan jaman, tidak ngerti bagaimana komunikasi hati antar manusia satu dengan manusia lain, nggak mau ngalah, kebaikan adalah versiku sendiri. Semoga Allah mengampuni mbak Ivet, dia bahagia di alam sana, keluarganya tabah dan bahagia.. Semoga juga Allah masih berkenan memberikan masa silaturahmi yang panjang untukku, keluargaku dan juga teman-temanku... Saya bisa mulai belajar menyayangi mereka tanpa harus masuk ke dalam hatinya.
Jadikan misi kebaikan kita, misi hidup kita seperti dalam film Turki : The Montain II. Misi kita sebenarnya adalah untuk dilupakan..



Komentar
Posting Komentar