Saya diminta mengantar satu rombongan di suatu hari yang sangat ramai di sekitar Jogja. Saya tidak akan cerita kemana. Namun menghindari macet, saya pilih jalan kampung, mblasuk-mblasuk. Sekian lama tidak terlihat gejala jalan raya, rombongan pun ramai mulai setengah protes. "Ini nyasar ini, tersesat". Saya bersalah dengan membiarkannya. Tapi meresponnya juga bukan tindakan yang lebih benar. "Hahaa, ini pasti tersesat, gapapa, tersesat itu fitur". Tak apa. Sindiran yang sangat wajar bagi saya. "Kita tersesat, coba tadi lewat sana, jangan-jangan nanti lewat sana juga hahaha". Hingga pada akhirnya saya katakan: "Pada mau saya ajak berfikir?" Merekapun masih pating cruwit untuk mengekspresikan ketaksanggupan mereka mengurai teka-teki jalan yang mereka tak tahu. "Sampeyan-sampeyan minta saya jadi penunjuk jalan. Sampeyan-sampeyan mengeluh saat tersesat. Sampeyan menyangka ini tersesat. Dengan sangkaan sampeyan-sampeyan, maka anda mengeluh, a...
Ruang euforia bimosaurus...