Ole Gunnar Solskjær (KSO). Siapa dia? Nulis namanya saja sulit..
Anda lebih mengenal dia sebagai seorang coach, atau sebagai seorang pemain bola? Bagi yang tahun 1999 sudah SMP atau bahkan kuliah, tentu akan lebih mengenang dia sebagai seorang pemain sepak bola yang legendaris, dari klub Manchester United. Oh ya, Anda penggemar Bayern Muenchen? Jika iya, saya sarankan untuk melihat tulisan saya yang lain saja. Karena di sini ada catatan masa lalu gemilang Solksjaer tahun 1999 yang merupakan kepahitan Bayern Muenchen.
Siapa dia Solksjaer?
Solksjaer bukanlah siapa-siapa saat dia bermain di klub di negaranya tak begitu terkenal di Eropa. Dia seorang anak yang lahir di Norwegia, yang pada usia 7 tahun mulai bergabung dengan klub Clausenengen. Ah, nyari webnya saja sulit... Klub apa itu? qkqkqk...
Intinya, dia berasal dari Norwegia. Dia pemain MU mulai tahun 1996 hingga 2007. Bermain bersama para pemain class-92 seperti Giggs, Scholes, David Beckham, Nevile bersaudara alias para algojo bentukan asli Alex Ferguson, membuat Ole bukanlah menjadi yang utama.
Dia dijuluki pemain supersub MU. Entah julukan itu sebuah penghormatan ataupun sebuah ejekan, kita juga tidak tahu. Kita cuma tahu bahwa dengan julukan itu memang erat dengan karakter dirinya. Kita juga kenal supersub di klub lain. Seperti Edin Dzeko saat di Manchester City, toh akhirnya nggak betah dan keluar. Chicharito, si cabe rawit dengan karakter goal yang ruwet, seorang supersub MU yang digadang jadi suksesor pelanjut Ole, pun tidak bertahan lama, meski faktor di luar dirinya berpengaruh besar, terutama Coach saat itu.
Supersub. Konon dia adalah seorang pemain substitusi yang super lah. Pemain pengganti yang hebat lah. Dewi Fortuna lah, atau apapun julukan "hiburan" untuk pemain supersub. Tetap saja dia adalah bukan yang utama.
Saat itu berkembang quote-quote tentang supersub yang hebat-hebat.
"Bukan seberapa lama aku bermain, tapi seberapa cepat aku membuat perubahan baik"
"Aku disimpan, karena aku senjata rahasia"
"Aku tidak muncul pertama, karena aku pemain kunci"
"Memang bukan yang utama, tapi pembuat penyelesaian akhir"
dan lain sebagainya...
Bukti-bukti supersub
Banyak sekali bukti bahwa seorang Solksjaer adalah memang bukan sekedar pemain pengganti yang hanya digunakan untuk mengulur waktu seperti lainnya. Banyak klub yang memfungsikan pemain pengganti sebagai pelatihan pemain muda, atau sekedar menambah ulur waktu di masa tactical substitution. Atau mungkin pemain hebat yang digunakan untuk mendistraksi perhatian lawan.
Tapi tidak buat Solksjaer. Penggantian pada dirinya seperti memiliki nilai mistis. Misal sewaktu melawan Nottingham Forest di kandang lawan. Sebagai seorang pengganti dia memasukkan 4 goal, yang menyebabkan kemenangan 1-8 untuk MU. Dalam pertandingan itu, Solksjaer membuat 4 goal, dalam 10 menit. Dalam pertarungan pertama melawan Chelsea, dia menyelamatkan MU dari kekalahan, dari bangku cadangan. Skor 2-2 untuk kedua kesebelasan.
Ada satu kisah luar biasa, entah mau dinilai sportif atau tidak.. Ada sebuah pertandingan penting, melawan Newcastle (18 April 98). Saat itu MU sedang berlomba dengan Arsenal untuk papan nomer 1. Kedudukan saat itu sudah 1-1 untuk MU dan Newcastle. Jika MU kalah, sudah jelas gelar juara ada di Arsenal. Menit ke 79, umpan David Beckham ke depan, mencelat kembali ke area pertahanan MU. Seluruh pemain MU berada di depan, karena sebelumnya memang ada tendangan bola mati. Dengan bola mencelat seperti itu, jatuh ke antara dua pemain MU dan Newcastle, dan dimenangkan oleh pemain Newcastle yang langsung kirim bola ke depan. Rob Lee, gelandang Newcastle langsung menyambut dengan dribbling tanpa adanya halangan di depan. Dia sudah mutlak berhadapan satu lawan satu dengan kiper MU.
Solksjaer, mungkin merasa, jika dia adalah Rob Lee, sudah tidak mungkin dibendung. Kecuali dijatuhkan. Solksjaer lari sekencang mungkin, dan membuat perjudian. Menjelang Rob Lee menyentuh garis batas penalti, dia sikat kaki Rob Lee dari belakang. Rob Lee jatuh. Gol tidak terjadi. Sebenarnya dia bisa saja menjatuhkan dengan aman, tapi itu pasti sudah di dalam kotak penalti. Terlalu banyak faktor risiko di kotak penalti. Dia sikat di situ.
Kartu merah adalah sebuah keniscayaan. Kisah itu di Youtube dikenal dengan Red Card Solksjaer. Saya ndak tahu harus bilang apa. Dia main tidak sportif? Dia menuruti kartu merah dan hukuman larangan beberapa permainan adalah juga sportivitas. Pasca insiden, David Beckham menoyor kepala Solksjaer, sebagai sebuah tanda salut, terima kasih berbalut dengan kalut.
The Final 3 Minutes
Puncak pembuktian seorang Solksjaer tentu ada di kisah final Liga Champions 98-99. Kisah ini sangat berkesan bagi saya, karena hampir semua ibu kost di seantero Jogja pasti bakal mengamuk. MU yang banyak diunggulkan, ternyata kalah duluan goal di menit ke 6. Para pendukung Muenchen yang sedikit tentu merasa puas dengan menang judi pukul. (Sekali kegolan, sekali dipukul).
Ole masuk di menit 81 menggantikan Andy Cole, setelah MU stuck tidak bisa keluar dari kekalahan 0-1 di menit ke 6 oleh goal Mario Basler dari Muenchen. Menit sudah menunjukkan angka 90 saat semua pendukung Muenchen merasa bosan dengan permainan MU yang tidak bisa membalas Muenchen. Tapi sekali lagi, permainan memang belum berakhir. MU justru memasukkan goal di menit 90+1 lewat Teddy Sheringham. Goal ini tentu membuat pemain Muenchen meradang karena minimal mereka harus melalui AET 2x15 menit. Tapi ternyata tidak perlu lewat AET. Tidak perlu lewat AET untuk mereka kalah. Menit 90+3 Bayern kemasukan lagi tentu siapa lagi kalau bukan : SOLKSJAER !!
Pemain Muenchen menangis. Juara sudah jelas... Sungguh sakit dikalahkan di injury time yang tentu mereka tak lagi punya kesempatam membalas. Sangat sakit. Para pendukung Muenchen yang sudah tertidur tentu kebingungan ketika mereka dipukul dua kali oleh para pendukung MU yang jauh lebih banyak. Semua kost mahasiswa tentu juga riuh rendah, ibu kos bangun pada membawa sapu untuk mengusir semua anak yang ramai-ramai dini hari nonton Liga Champions.
Sebelum musim itu, sebenarnya Ole sudah diisukan untuk masuk dalam daftar pinangan Tottenham Hotspur. Para pialang, para pemegang hak transfer pemain sudah siap. Klub juga sudah siap. Tapi, Ole sendiri yang memilih ke MU. Mungkinkah MU tetap menjadi Treble Winner 99 jika Ole tak ada?
Ole Bukan Yang Utama
Tahun 2000, MU mendatangkan striker Ruud Van Nistelrooy. Lantas beberapa kali pembelian striker seperti Diego Forlan, Louis Saha, hingga Wayne Rooney. Ole bukanlah pemain utama. Ole tetap saja cadangan buat mereka. Tapi tetap saja Ole adalah Ole, yang memiliki optimisme sendiri terhadap posisi manapun. Ya benar, seharusnya seperti dialah kita bekerja. Di posisi manapun kita harus siap dengan versi kontribusi kita sendiri. 2007 adalah kontribusi terakhir Ole sebagai pemain MU. Selanjutnya dia mengambil sertifikasi kepelatihannya, dengan memulai melatih MU Reversed pada tahun 2008.
Coaching
Jalur dia sudah benar. Sebagai pemain cadangan, dia adalah orang yang paling tahu dengan strategi dan tindakan spontan para coach. Dia paling bisa melihat teman-temannya yang lain dari pinggir lapangan. Dia sudah biasa melakukan itu. Lantas dia sebagai pemain cadangan, adalah orang yang paling biasa menyampaikan pesan taktik dari coach kepada semua rekannya.
Dia kemudian sempat pindah ke Klub sepak bola lamanya : Molde (2011-2014), kemudian dia keluar ke Cardiff City (2014) dan tak sukses... Kemudian dia kembali ke Molde hingga tahun 2018 dan membawa cerita indah di klub itu. 2108 adalah saatnya dia kembali ke Manchester United.
Dari cerita-cerita di atas, saya sendiri jadi percaya mengapa Ole dipilih menjadi coach. O ya, beberapa issue memang sempat cerita bahwa Ole bakal diganti oleh Allegri atau Pochetino. Masuk akal sih, karena beberapa ketidak-konsisten-an klub yang diasuh Ole. Tapi toh dulu Alex Ferguson -mahaguru- juga pernah hampir didepak dari MU karena saat itu tidak kunjung memberikan perubahan berarti.
Ole adalah orang yang sangat cocok untuk meng-coach-ing MU. Dengan jiwanya yang tidak egois, mau berkorban menjadi penjahat untuk kejayaan klub, siap menjadi pemain cadangan.. (istilah HRD nya : mau ditempatkan dalam kondisi apapun), dan dia juga orang yang paling memahami strategi para coach (terutama Alex Ferguson), karena dia paling sering duduk bersama di bench, paling sering diberikan tactical message, dan paling sering melihat posisi teman-temannya dari pinggir lapangan.
KSO
Saya adalah orang yang suka membahas gelar-gelar penghargaan dari para ningrat atau negara pada seseorang. Jika di Inggris ada David Beckham dengan OBE nya, Alex Ferguson dengan CBE, Ryan Giggs (Wales) dengan OBE dari Inggris juga, maka di Norway ada KSO. Sebuah gelar kehormatan kekesatriaan pada seseorang yang telah memberikan keharuman nama negara, ataupun jasanya pada banyak pihak. Ole mendapatkannya di tahun 2008. Luar biasanya adalah, dia penerima gelar penghargaan termuda. Biasanya diberikan pada orang-orang pendekar yang sudah lama berpengalaman.
As Manchester United Boss
Alex Ferguson, semasa menjadi coach MU, disebut dengan Boss. Tidak hanya oleh para pemain MU ataupun staff. Tapi juga oleh para coach klub liga Inggris lainnya. Para coach ini paling biasa bertemu dalam bar yang sama, mereka bersama-sama minum sampanye atau memakan makanan penghangat saat musim dingin tiba. Sir Alex, melewati beberapa tahun pertamanya dengan cemoohan, hingga akhirnya dia justru dapat membuktikan diri sebagai coach terbaik di Liga Inggris selama dua dekade. Pembuktian diri, tentu bukan hanya kontribusi Sir Alex. Tapi klub memiliki peranan besar dalam memberikan kesempatan pada para coach.
Kita lihat, apakah Ole akan segera mapan permaiannya atau malah akan segera direplace. Kita lihat apakah klub mampu dengan sabar memberikan kesempatan agar Ole jauh lebih matang? Eh rasanya lebih enak sebut OLE ketika jadi coach ya... dan Solksjaer saat sebagai pemain.
Kita juga akan lihat, kelihaian Ole membawa para scout untuk meng-grabbing para pemain-pemain berbakat? Karena keahlian inilah yang dimiliki sir Alex. Pembibitan yang baik, dan stimulasi dengan membeli pemain-pemain berpengalaman.
Mari kita lihat....
Komentar
Posting Komentar