Langsung ke konten utama

Happy Milad Ndan! (Sebuah ucapan Sugeng Tindak yang telat)

Saya masih ingat, saat bapak mengalami dua kali kecelakaan yang melibatkan kepala, sekitar tahun 1984, sehingga bapak sempat setengah gila. Setelah itu, bapak sembuh, namun banyak memori ilang, akibat konslet kecelakaan itu. Nama desa, nama tempat, nama orang, ilang dari memori. Yang aneh adalah : mengajar elektronika masih presisi dan akurat. Tak lekang sedikitpun. Membuat pemancar ataupun pesawat penangkap gelombang radio juga presisi gelombangnya. Nggak bakal bocor ataupun geseh beberapa Hz pun. Alat-alat peraga yang juga dibangun pada masa bapak 'gila' itu, juga tidak meleset akurasinya. Seperti contoh adalah alat generator listrik..


Alat ini beliau lilit sendiri, membuat magnet sendiri. Sampai akhirnya jadi alat peraga penghasil listrik. Radio-radio listrik masa lalu (tabung elektron), juga beliau buat sendiri dengan rapi. 




Bapak sadar, bahwa setelah itu bapak kehilangan memori, mudah lupa, dan butuh diingatkan tentang hal-hal penting dan detail. Kesadaran itulah yang membuat bapak selalu menulis catatan. Mulai dari penggunaan listrik, PAM, uang jajan anak, pengeluaran sehari-hari hingga yang 25 rupiahpun, beliau catat. Listrik dan PAM dicatat sejak 1984 hingga berhenti pada tanggal 17 Maret 2020. Rupanya itulah hari terakhir bapak saya menuliskan catatan itu.




Tentang catatan, bapak juga seorang laki-laki yang selalu mencatat keuangannya. Betapa kami terheran-heran, saat catatan "minta uang" kami di tahun 1980-2000 an , masih utuh di buku bapak. Sampai sekedar beli bakso saja, dicatat oleh bapak. Belum lagi catatan tentang data siswa kursus yang mengikuti kursus di tempat bapak, lengkap, detail. Bapak sudah menghasilkan ribuan siswa kursus, selama bapak di Wonosobo saja.





Bapak merasakan sakit Rabu, 18 Maret 2020, dan akhirnya menyerah, dibawa ke ICU RSUD Wonosobo pada dini hari Kamis 19 Maret 2020. Saya dan anak istri, berbondong ke Wonosobo Kamis pagi. Sesampai di Wonosobo saya diajak ibu untuk menjenguk bapak. Di sana, ternyata tidak boleh dijenguk. Udah aja ICU, ditambah masalah Corona keparat itu membuat kita sulit masuk. Tapi... eh-eh-eh... masih ada harapan melanggar... Kami pun bisa masuk satu satu.. Saya lihat bapak sangat gelisah dengan alat bantu pernapasan yang dipasang di mulut bapak.. 😥

Hati saya menangis merasakan bagaimana bapak yang biasanya tegar tangguh, kali ini harus berhadapan dengan alat-alat macam itu. Keadaan itu juga dikuatkan dengan keterangan kakak yang juga dokter, mengatakan bahwa, keadaan bapak ini diperberat dengan kondisi usia juga. Memang tidak dimungkiri, bapak termasuk sehat hingga usia 93 tahun. Hal itu juga yang membuat saya ikhlas, dari pada bapak menderita dalam sisa kehidupannya.

Bapak dikenal sebagai orang yang tegas. Juga keras. Amat keras. Ingat kan gojekan orang-orang : "anak jaman sekarang, dimarahi guru, lapor ortu, ortu lapor polisi. Anak jaman dulu dimarahi guru, anak lapor ortu, malah ditambahi sekalian". Kalau saya? Nggak cuma ditambahi. Habis. 😀 ... Belakangan kami baru menyadari. Orang tua melatih kami dengan kehidupan yang ganas dan sulit, adalah untuk bekal kami menghadapi kehidupan yang juga keras dan garang. Seharusnyalah berterima kasih pada orang tua. 

Bapak keras, itu memang ada sebabnya. Kehidupan di masa lalu yang memang amat keras adalah sebabnya. Ditambah dengan bapak adalah anak laki-laki tertua di antara 10 bersaudara. Faktor bapak adalah militer gerilyawan masa lalu juga menjadi faktor kuat karakter bapak. Belum lagi bapak memiliki cacat di tangan kanan. Pergelangannya hilang dalam sebuah pertempuran. 11 cm di bawah siku tangan. Dalam pertempuran itu bapak juga kehilangan jari manis kiri, kemudian tembakan di sekitar tulang kering, banyak bekas peluru di punggung, hingga satu proyektil peluru yang masih tertinggal di telapak kaki hingga akhir hayatnya. 





Tentang pertempuran itu, bapak menyimpan dengan rapat hingga akhir hayat. Tak seorangpun anaknya, atau bahkan istrinya tahu kejadiannya. Rahasia itu terbongkar setelah bapak wafat, kami membongkar surat-suratnya yang masih disimpan dengan sangat-sangat rapi. Ketikan di atas kertas minyak tahun 40an, tidak sobek sedikitpun. Bapak benar-benar menyimpan arsipnya dengan rapi dan terlindungi. 

Tentang pertempuran yang menyebabkan hilangnya tangan bapak itu, saya baru tahu bahwa bapak kehilangan lengan bawahnya itu di tempat yang justru saya biasa main. Yaitu sebuah tempat indah di area Wonosobo : Kebun / Pabrik Teh Tambi. Di sanalah bapak terlibat dengan pertempuran saat mempersiapkan peledakan kebun teh Tambi yang saat itu milik Belanda. Saya sering main ke sana, bahkan menginap di agrowisata di sana. Tapi tak pernah terbersit sedikitpun bahwa tempat itu sangatlah bersejarah bagi bapak. Yang saya tahu, bapak kehilangan tangan di daerah Leksono, di daerah jembatan Menyawak. Saya menyangka daerah itu, karena bapak memang sering bercerita tentang peledakan dan pertempuran di jembatan Menyawak tersebut.

Saya juga baru paham bahwa bapak sering lari dari Wonosobo, Tambi, Sigedang, Sibajag, Sikesot, Jumprit, hingga Parakan ( LARI ITU )... karena daerah tersebut adalah daerah masa gerilyanya. Bahkan lari jarak ekstrim itu bapak lakukan di usia sudah di atas 60an. Edan saja. Anaknya pakai motor aja capek. Kadang lari Wonosobo - Dieng, Wonosobo - Banjarnegara.

Setelah bapak mengalami cacat fisik sekitar tahun 1949, bapak akhirnya keluar dari tentara tahun 1951. Namun bapak masuk tentara lagi pada tahun 1954 sebagai seorang juru komunikasi. Ternyata bapak tertarik mempelajari elektronika, dan akhirnya ilmu inilah yang memperpanjang masa bekerja bapak. Dengan kemampuan elektronikanya, saat bapak telah pensiun ilmu ini diterapkan untuk kebaikan banyak pihak. Dijadikan mata kursus elektronika di Wonosobo mulai dari akhir dekade 60an. Sebelumnya bapak juga mengajar di sebuah SMA / STM, untuk hal yang sama. 

Ilmu elektronika yang dipegang bapak memang agak unik untuk jaman sekarang. Bapak menguasai teknik radio listrik dengan electron tube. Jelas pekerjaan ini memiliki risiko terhadap listrik ribuan volt. Bapak juga jago dalam mengutak atik CRT TV. TV jaman dulu kan pakai tabung elektron.. Tahun 1994, bapak pernah tersengat listrik 2000 Volt di RSPD Wonosobo saat maintenance. Saat tersengat bapak masih sadar, masih refleks melepaskan diri dari listrik itu, mencari tempat duduk, dan pingsan di sana. Setelah sadar, bapak baru tahu bahwa tangannya membekas luka membentuk jam tangan. Persis pada lokasi jam tangan itu berada dan tersambar listrik.

Terlalu banyak kecelakaan yang dialami bapak. Terlalu banyak rahasia pahit yang beliau simpan. Namun bapak bertahan. Semangat hidup yang ada dalam dirinya menyelamatkan beliau dari semua kecelakaan itu.. (lepas bicara takdir ya).. 


Bapak itu selalu mengaku tidak tahu kapan tahun lahirnya. Yang beliau ingat, adalah tanggal lahir, serta wekton. KTP bapak mengatakan bapak lahir tahun 1929. Namun di beberapa catatan, bapak tercatat lahir tahun 1926. Dari runutan sejarah dan pengakuan usia saat event-event besar (cacat tangan), angka 1926 itu adalah yang paling masuk akal. Belum lagi seorang adiknya mengaku lahir tahun 1928. Kemudian di jaman komputer ini, saya juga mencocokkan dengan primbon online. Rabu Legi, 15 Desember itu ada pada tahun berapa... 1926.






Sugeng ambal warsa. Insya Allah bapak tenang di sana. Nuwun ngapunten, tulisane belepotan.. Karena mengejar momen tanggal 15 Desember.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelamun Tak Pernah Secengeng Yang Kau Kira

  Kunyanyikan beberapa potong lagu, selang-seling irama bahagia dan irama sendu. Tiba-tiba datang dirimu, yang berkata : " Hai kau, ada apa dengan dirimu, melamun diri di bawah awan kelabu? ". Sambil tersenyum geli, kulanjut laguku. Tapi kau terus memburu. " Ada apa dirimu? Apakah dalam tekanan kalbu? Atau kau dilanda rindu? Ceritakan padaku! Aku perlu tahu.. Jangan sampai nanti kau terlambat sesali dirimu " Aku coba berganti irama. Irama riang irama bahagia. Tetapi otakmu terlalu dalam berkelana. Sehingga asumsimu sesat karenanya. Ah, aku peduli apa?  Hai.. Terima kasih pedulimu. Aku tak sedang berduka. Aku tak sedang merindu. Aku tak sedang seperti apa yang ada di benakmu. Aku berdendang bernyanyi, menghibur diri. Aku bukan siapapun. Tak usah kau kulik apa yang ada di dalam diriku. Aku bukan siapapun. Aku bukan sedang menyanyikan kecengengan. Aku bukan apa yang terjadi pada diriku. Aku adalah apa yang terjadi yang kupilih. Kenangan Ramadan 2023...

Simpanan Gambar, dan Pesan Untuk Masa Depan

Gambar ini saya ambi di bulan Juli 2018, di pesawahan jalan Kronggahan, Sleman, DIY. Tepatnya di seberang kantor Stasiun Pemantauan Cuaca BMKG. Saya membatin, apakah 10 tahun ke depan pemandangan senja ini bisa didapatkan generasi setelah saya? Tak butuh 10 tahun. Pemerintah lebih suka melebarkan jalan, mengalahkan sebagian sawah, agar dapat membuang arus lalu lintas yang padat daerah Denggung. Namun tetap saja, Denggung macet, jalan Kronggahan juga macet. Sawah kalah, dibanguni kafe dan perumahan/pemukiman yang mulai ada. Tidak hanya tempat ini tentunya. Banyak tempat lain yang bakal hilang.  Kelak saya akan post lagi kisah seperti ini. Agar anak cucu tahu, dulu mudah sekali dapat tempat dan pemandangan semewah ini. Atau entah mungkin anak cucu lebih suka pemandangan kemacetan atau hingar bingar...

Selamat Jalan, Keluarga Depan Rumah....

Covid-19 benar-benar luar biasa. Tak pernah saya sangka, kita masuk dalam generasi yang harus ketemu dengan wabah super ini. Korbannya tak tanggung-tanggung. Hari ini, kasus Indonesia ada 36 ribu lebih kasus harian. Angka kesembuhan harian baru di angka 32 ribu, masih tomboh 4 ribuan yang kecatat. Rumah sakit terpantau penuh di pulau Jawa. Sering terdengar suara pengumuman meninggal lewat pengumuman masjid..  Sosial media dipenuhi kata "Innalillahi", "RIP", "Permohonan darah konvalesen", "Permohonan tabung oksigen", "Permohonan info rumah sakit".  Hingga pada akhirnya, beberapa orang dalam lingkaran yang kita kenal dekat, yang kita harapkan kehidupannya, mereka akhirnya meninggal. Kita tidak dapat melayat, tidak dapat ditunggui juga, karena dicegah dengan protokol kesehatan. Mereka syahid. Kita makin nggrantes lagi dengan wafatnya para nakes. Andalan kita.  Hari ini, saya mendapatkan kabar duka cita dari kerabat di Wonosobo. Yaitu kelua