Langsung ke konten utama

[Reblog] Tentang Rossi Leg Wave

Seringkah anda melihat MotoGP? Jika iya, tentu anda sering melihat para rookie melakukan gaya yang aneh, yaitu menurunkan kaki mendekati permukaan sirkuit saat melakukan cornering di tikungan-tikungan tertentu, terutama pada tikungan yang berjenis non highspeed cornering. Gaya itu ternyata dilakukan pertama kali oleh Valentino Rossi yang akhirnya hampir ditiru oleh semua pembalap, tanpa diketahui secara pasti, apa maksud penggunaannya. Berikut sebuah reblog dari tulisan saya yang lalu di situs motorjogja.com.



rossi_
GAYA BALAPAN ROSSI — Jika anda pernah melihat cara balapan Valentino Rossi, maka anda akan melihat gaya seperti pada gambar disamping. Gaya seorang rookie menurunkan kaki pada saat belokan ini dijuluki sebagai The Rossi Leg Wave, atau The Rossi hanging-foot. Gaya itu memang dicetuskan pertama kali oleh Valentino Rossi. Gaya yang seakan-akan seperti orang kehilangan keseimbangan ini tiba-tiba saja populer di kalangan rookie MotoGP. Hampir semua pembalap MotoGP telah menggunakan cara ini. Siapapun bertanya-tanya, apa maksud gaya ini? Dan konon hingga hari ini masih misterius apa maksud gaya itu dilakukan Rossi jika tidak ada keuntungannya. Bukankah mengangkat kaki dari footstep motor dan setengah hampir menyeret ke permukaan jalan membutuhkan konsentrasi berbeda, tenaga, dan resiko berbeda? Nyamanpun tidak.Dalam suatu kesempatan wawancara Rossi pernah menjelaskan kepada sang penanya: “Naturally“. Artinya dia melakukannya secara alamiah, reflek. Lho?? Dengan kecepatan seperti itu, masih mau menurunkan kaki di atas permukaan aspal?? Gila apa? Tapi kok semua pembalap melakukannya?

Berbagai spekulasi tebakan antara lain menyebutkan:
  1. Memberikan pengimbangan pada posisi short – cornering , sehingga lebih seimbang dengan kecepatan lebih tinggi. Ini masuk akal. Namun dalam sebuah sessi pembuktian yang dilakukan dengan penelitian (gila, seperti ini sampai diteliti), tidak ada bedanya antara menggunakan hanging-foot dengan tidak. (Pasti yang membuktikan bukan Rossi :D )
  2. Sekedar Making Rossi Trend. Membuat diri sendiri populer dengan gaya itu. Ciri Rossi. Tapi kok seluruh rookie melakukannya??
  3. Mengurangi ruang untuk musuh dalam melakukan overtaking terhadapnya. Masuk akal sekali. Meski hanya berapa centimeter pengurangan ruangnya.
  4. Menghindari musuh belakang melakukan penetrasi dengan kesan seakan-akan Rossi dalam keadaan tak seimbang yang akan beresiko terhadap belakangnya juga. Masuk akal juga.
  5. Ritual Rossi? Ketahuan yang lain dong mantranya.
rossi_
Menggunakan gaya tersebut, memerlukan keseimbangan yang sangat tinggi juga, disertai latihan dan pembiasaan diri sebagai reflek. Maka, para rookie yang melakukannya tidak mungkin melakukannya tanpa alasan. Terutama ketika menggunakan gaya tersebut pertama kali akan beresiko jatuh. Tapi tetap terdapat satu manfaat keuntungan berbalap ketika menggunakan gaya tersebut. Lantas apa maksud gaya itu sesungguhnya? Hanya Rossi yang tahu, dan rookie yang telah mencobanya. Dia The Doctor. Banyak cara yang kita sebagai orang awam tidak paham. Diteliti secara fisikapun hanya akan menghasilkan logika jawaban yang kalah dengan kenyataan empiris di sirkuit. Hampir sama percumanya dengan segala macam penelitian tentang ketepatan tendangan jenius Beckham.

Seluruh lima poin alasan tersebut memang bisa saja terbukti salah satunya. Kita sekedar menonton dan suatu ketika bisa jadi terlihat bukti bahwa The Rossi Leg Wave tersebut benar dan perlu dilakukan. Tapi, pesan saja selama bukan seorang rookie jangan lakukan ini di jalan raya.


bms
Untuk catatan asli dari blog tersebut dapat dilihat di http://motorjogja.com/oto-news/the-rossi-leg-wave.
Tulisan ini direblog ke dalam blog ini adalah sebagai contoh kasus materi pendukung dalam pelatihan Web Blogging LazisMu - Wonosobo.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelamun Tak Pernah Secengeng Yang Kau Kira

  Kunyanyikan beberapa potong lagu, selang-seling irama bahagia dan irama sendu. Tiba-tiba datang dirimu, yang berkata : " Hai kau, ada apa dengan dirimu, melamun diri di bawah awan kelabu? ". Sambil tersenyum geli, kulanjut laguku. Tapi kau terus memburu. " Ada apa dirimu? Apakah dalam tekanan kalbu? Atau kau dilanda rindu? Ceritakan padaku! Aku perlu tahu.. Jangan sampai nanti kau terlambat sesali dirimu " Aku coba berganti irama. Irama riang irama bahagia. Tetapi otakmu terlalu dalam berkelana. Sehingga asumsimu sesat karenanya. Ah, aku peduli apa?  Hai.. Terima kasih pedulimu. Aku tak sedang berduka. Aku tak sedang merindu. Aku tak sedang seperti apa yang ada di benakmu. Aku berdendang bernyanyi, menghibur diri. Aku bukan siapapun. Tak usah kau kulik apa yang ada di dalam diriku. Aku bukan siapapun. Aku bukan sedang menyanyikan kecengengan. Aku bukan apa yang terjadi pada diriku. Aku adalah apa yang terjadi yang kupilih. Kenangan Ramadan 2023...

Simpanan Gambar, dan Pesan Untuk Masa Depan

Gambar ini saya ambi di bulan Juli 2018, di pesawahan jalan Kronggahan, Sleman, DIY. Tepatnya di seberang kantor Stasiun Pemantauan Cuaca BMKG. Saya membatin, apakah 10 tahun ke depan pemandangan senja ini bisa didapatkan generasi setelah saya? Tak butuh 10 tahun. Pemerintah lebih suka melebarkan jalan, mengalahkan sebagian sawah, agar dapat membuang arus lalu lintas yang padat daerah Denggung. Namun tetap saja, Denggung macet, jalan Kronggahan juga macet. Sawah kalah, dibanguni kafe dan perumahan/pemukiman yang mulai ada. Tidak hanya tempat ini tentunya. Banyak tempat lain yang bakal hilang.  Kelak saya akan post lagi kisah seperti ini. Agar anak cucu tahu, dulu mudah sekali dapat tempat dan pemandangan semewah ini. Atau entah mungkin anak cucu lebih suka pemandangan kemacetan atau hingar bingar...

Selamat Jalan, Keluarga Depan Rumah....

Covid-19 benar-benar luar biasa. Tak pernah saya sangka, kita masuk dalam generasi yang harus ketemu dengan wabah super ini. Korbannya tak tanggung-tanggung. Hari ini, kasus Indonesia ada 36 ribu lebih kasus harian. Angka kesembuhan harian baru di angka 32 ribu, masih tomboh 4 ribuan yang kecatat. Rumah sakit terpantau penuh di pulau Jawa. Sering terdengar suara pengumuman meninggal lewat pengumuman masjid..  Sosial media dipenuhi kata "Innalillahi", "RIP", "Permohonan darah konvalesen", "Permohonan tabung oksigen", "Permohonan info rumah sakit".  Hingga pada akhirnya, beberapa orang dalam lingkaran yang kita kenal dekat, yang kita harapkan kehidupannya, mereka akhirnya meninggal. Kita tidak dapat melayat, tidak dapat ditunggui juga, karena dicegah dengan protokol kesehatan. Mereka syahid. Kita makin nggrantes lagi dengan wafatnya para nakes. Andalan kita.  Hari ini, saya mendapatkan kabar duka cita dari kerabat di Wonosobo. Yaitu kelua