Langsung ke konten utama

Insinyur

Gelar Insinyur ini pernah tenar di Indonesia di era tahun 90an dan sebelumnya. Insinyur dianggap sebagai sebuah gelar sarjana ilmu-ilmu terapan seperti Teknik, Pertanian, Peternakan. Untuk ilmu sains yang lain akan menggunakan gelar drs, atau doctorandus. Gelar Insinyur ini akhirnya dihilangkan oleh Prof Dr Fuad Hasan saat menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Insinyur tidak lagi dianggap sebagai gelar akademis, tetapi gelar profesi. Gelar selanjutnya, seluruhnya berganti menjadi Sarjana. Bahkan doktorandus dan lain sebagainya juga diganti menjadi Sarjana. Contoh penerapannya seperti : Sarjana Teknik, Sarjana Sains, Sarjana Ilmu Politik dan lain sebagainya. Digantinya gelar Insinyur menjadi Sarjana Teknik salah satunya adalah karena banyaknya Sarjana Teknik yang tidak melakukan penerapan di bidang teknis. Seperti Sarjana Teknik bekerja sebagai marketing, atau bahkan seorang analis Ekonomi di perbankan. Namun pada akhirnya penggunaan gelar insinyur ini tidak lagi menjadi memiliki aturan, selain harus sudah sarjana lebih dulu.

Di luar negeri sana, Insinyur adalah Engineer. Yaitu seorang ahli teknik yaitu seseorang yang memahami teori teknik dan menerapkannya dalam  aplikasi nyata. Sementara di Indonesia sendiri Engineer dianggap sebagai sekedar tukang. Indonesia pernah mengalami saat dimana orang Teknik atau Engineer/Insinyur dianggap lebih mentereng dibandingkan dengan Ilmu Sains. Ya itulah ciri sebuah negara berkembang, karena kebutuhannya memang cenderung pada terapan-terapan. Untuk negara maju, karena mereka membutuhkan riset, maka di negara maju, orang riset akan jauh lebih digaji tinggi ketimbang orang teknis, dengan beban pekerjaan yang cenderung sama.

Di era masa kini, di kalangan umum luar negeri sana berlaku dua macam stigma Engineer. Yang pertama adalah seorang jago teknik terapan dengan dasar teori yang sangat kuat dan apapun yang dia lakukan dalam terapan, tidak akan melenceng dari teori yang telah dikenalnya. Tipe seperti ini jelas akan sangat diincar perusahaan besar. Dia memiliki sertifikasi atau pengakuan akan ilmu-ilmunya. Seperti misal : welder, drafter, planner. Perusahaan besar memiliki SOP (Standard Operasional Prosedur) yang telah pasti. Sehingga siapapun yang bekerja di sana haruslah memiliki langkah dan dasar-dasar bekerja yang pasti. Apapun yang dikerjakan haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pengakuan ini bersifat resmi, memiliki surat sertifikat tersendiri..

Sedangkan tipe yang satu, lebih bersifat underground. Orang ini disebut dengan hacking-engineer. Tipe seperti ini adalah orang yang bebas, memiliki pemikiran liar, dan sangat lincah mengenal sekitarnya agar dapat dia eksploitasi menjadi sebuah karya yang bagus. Kita dapat melihat beberapa situs seperti http://hackaday.com/ . Hack-engineer ini bukanlah harus pelaku crack sebuah situs. Namun ini adalah individu yang cerdas yang mampu melakukan modifikasi segala benda agar sesuai dengan kebutuhannya. Misal, seorang hack-engineer melakukan hacking lampu lalu-lintas hanya dengan menembakkan sinar inframerah pada sensor inframerah di sebuah perempatan di luar negeri sana. Saat itu dia bisa dengan mudah selalu mendapatkan lampu hijau traffic light acapkali dia melewati jalan tersebut. Orang tipe ini kecenderungannya tidak suka bertahan dalam sebuah kungkungan pekerjaan yang membosankan. Orang Jawa bilang orang macam ini : prigel. Dia akan jago membuat apapun dalam kebutuhan kehidupannya. Bisa juga seseorang memiliki dua tipe engineer di atas. Dua tipe engineer ini, ilmunya juga akan sangat berpengaruh dalam lintasan keputusan-keputusan hidupnya. Si pemilik tipe pertama jauh akan hidup lancar formal dan normal. Sedangkan si tipe kedua akan memiliki belokan-belokan yang sangat tidak enak, namun akan memuaskan ketika telah dapat dilewatinya.

bimosaurus

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pelamun Tak Pernah Secengeng Yang Kau Kira

  Kunyanyikan beberapa potong lagu, selang-seling irama bahagia dan irama sendu. Tiba-tiba datang dirimu, yang berkata : " Hai kau, ada apa dengan dirimu, melamun diri di bawah awan kelabu? ". Sambil tersenyum geli, kulanjut laguku. Tapi kau terus memburu. " Ada apa dirimu? Apakah dalam tekanan kalbu? Atau kau dilanda rindu? Ceritakan padaku! Aku perlu tahu.. Jangan sampai nanti kau terlambat sesali dirimu " Aku coba berganti irama. Irama riang irama bahagia. Tetapi otakmu terlalu dalam berkelana. Sehingga asumsimu sesat karenanya. Ah, aku peduli apa?  Hai.. Terima kasih pedulimu. Aku tak sedang berduka. Aku tak sedang merindu. Aku tak sedang seperti apa yang ada di benakmu. Aku berdendang bernyanyi, menghibur diri. Aku bukan siapapun. Tak usah kau kulik apa yang ada di dalam diriku. Aku bukan siapapun. Aku bukan sedang menyanyikan kecengengan. Aku bukan apa yang terjadi pada diriku. Aku adalah apa yang terjadi yang kupilih. Kenangan Ramadan 2023...

Simpanan Gambar, dan Pesan Untuk Masa Depan

Gambar ini saya ambi di bulan Juli 2018, di pesawahan jalan Kronggahan, Sleman, DIY. Tepatnya di seberang kantor Stasiun Pemantauan Cuaca BMKG. Saya membatin, apakah 10 tahun ke depan pemandangan senja ini bisa didapatkan generasi setelah saya? Tak butuh 10 tahun. Pemerintah lebih suka melebarkan jalan, mengalahkan sebagian sawah, agar dapat membuang arus lalu lintas yang padat daerah Denggung. Namun tetap saja, Denggung macet, jalan Kronggahan juga macet. Sawah kalah, dibanguni kafe dan perumahan/pemukiman yang mulai ada. Tidak hanya tempat ini tentunya. Banyak tempat lain yang bakal hilang.  Kelak saya akan post lagi kisah seperti ini. Agar anak cucu tahu, dulu mudah sekali dapat tempat dan pemandangan semewah ini. Atau entah mungkin anak cucu lebih suka pemandangan kemacetan atau hingar bingar...

Selamat Jalan, Keluarga Depan Rumah....

Covid-19 benar-benar luar biasa. Tak pernah saya sangka, kita masuk dalam generasi yang harus ketemu dengan wabah super ini. Korbannya tak tanggung-tanggung. Hari ini, kasus Indonesia ada 36 ribu lebih kasus harian. Angka kesembuhan harian baru di angka 32 ribu, masih tomboh 4 ribuan yang kecatat. Rumah sakit terpantau penuh di pulau Jawa. Sering terdengar suara pengumuman meninggal lewat pengumuman masjid..  Sosial media dipenuhi kata "Innalillahi", "RIP", "Permohonan darah konvalesen", "Permohonan tabung oksigen", "Permohonan info rumah sakit".  Hingga pada akhirnya, beberapa orang dalam lingkaran yang kita kenal dekat, yang kita harapkan kehidupannya, mereka akhirnya meninggal. Kita tidak dapat melayat, tidak dapat ditunggui juga, karena dicegah dengan protokol kesehatan. Mereka syahid. Kita makin nggrantes lagi dengan wafatnya para nakes. Andalan kita.  Hari ini, saya mendapatkan kabar duka cita dari kerabat di Wonosobo. Yaitu kelua